Perkebunan Karet di Indonesia : Antara Peluang dan Tantangan

Bukan tanpa alasan saya menuangkan sedikit unek-unek mengenai perkebunan karet yang ada di Indonesia. Tulisan ini saya buat beberapa hari sebelum wawancara dengan jajaran direksi PTPN IX di Semarang. Menurut saya, ini merupakan teknik yang bisa menenangkan hati serta pikiran saya sebelum melaksanakan wawancara direksi. Selain itu, segi positif yang dapat di tarik ialah mampu mengasah daya ingat serta kamampuan imajinatif serta aplikatif pertanian (dalam hal ini teknis di bidang karet). Semoga Bermanfaat.

Sekedar mengingatkan pula, disini saya banyak mengutip beberapa fakta serta teori budidaya karet pada sebuah buku yang berjudul PANDUAN LENGKAP KARET (Penebar Swadaya, 2008). Bukan promosi tanpa mendapatkan sepeserpun royalti, akan tetapi saya sangat memberikan apresiasi yang sangat positif atas kelebihan yang dimiliki oleh buku ini. Kajian praktisnya sungguh menggelitik dan tak dapat dipungkiri sangat mewakili citra yang dimiliki oleh pertanian yang ada di Indonesia.

Beberapa permasalahan yang ada seputar budidaya karet sangat variatif dan sangat menentukan prioritas pembangunan pertanian bagi suatu negara (terutama Indonesia). Mengapa saya menyebutkan hal tersebut?. Ada beberapa alasan yang sangat fundamental, yang bisa mewakili semua itu. Antara lain luas lahan, pengelolaan selama masa vegetatif, posisi sumber daya manusia.. dan mungkin masih banyak lagi alasan yang sangat menyokong pembangunan ibu pertiwi melalui pengembangan pertanian di bidang perkebunan karet.

Luas lahan perkebunan karet Indonesia ialah 3 hingga 3,5 juta. Sementara itu untuk luasan lahan karet yang ada di Thailand menempati posisi kedua (2 juta), sedangkan Malaysia (1,3 juta).  Luasan lahan tersebut sebisa mungkin diimbangi dengan produktivitas komoditas yang terus dikembangkan. Keadaan titik produktivitas tersebut jauh dari yang diharapkan oleh beberapa stakeholders maupun masyarakat tani yang ada.

Mungkin sebagian gambaran yang telah diapaparkan ialah bentuk teknis budidaya. Sementara itu dari segi pengelolaan (maintenance) selama fase vegetatif jarang sekali diperhatikan, sehingga produktivitas hingga kualitas tanaman karet Indonesia sangat jauh dari yang diharapkan meskipun masuk kepada “big three” di bidang budadiya karet.

Permasalahan yang Jarang Diperhatikan

Biasanya dalam mengelola kebun karet, petani maupun para praktisi yang bergerak di bidang tersebut sangat jarang memperhatikan keadaan karet secara menyeluruh. Setelah ditanam, karet dibiarkan tumbuh begitu saja, sementara segi perawatan jarang diprioritaskan lebih lanjut. Apabila terdapat tanaman tua, serigkali jarang diremajakan dengan klon baru. Ironisnya klon baru yang mampu menghasikan kualitas karet yang berbobot masih jarang.

Agribisnis Perkebunan Karet

Sebelum menjalankan usaha perkebunana karet serta proses budidaya yang lebih lanjut, alangkah bijaknya apabila kajian agribisnis diterapkan secara berkesinambungan dalam sistem POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Sistem tersebut akan sangat ampuh apabila dibarengi dengan sistem administrasi kebun yang memadai.

Keberlangsungan agribisnis menurut Tim Penebar Swadaya (2008) tidak terlepas dari faktor penawaran dan permintaan karet. Besarnya produksi harus sama besar dengan produksi konsumsi. Apabila produksi lebih kecil dari konsumsi, hal tersebut merupakan suatu prospek. Sementara itu apabila produksi lebih besar dibandingkan dengan konsumsi maka hal tersebut menjadi sebuah kendala bagi pengembangannya.

Prosuksi bisa terwujud karena produsen menyertakan sejumlah output. Untuk tanaman karet, produksi yang dihasilkan merupakan suatu kegiatan padat karya, yaitu output yang digunakan ialah output langsung.

Perkebunan karet yang ada di Indonesia dikelola sepenuhnya oleh rakyat. Sementara itu penanganan yang baik bisa menaikkan produksi yang sekaligus bisa menaikkan pendapatan petani.

Faktor (output) yang sangat mempengaruhi terhadap produksi tanaman karet antara lain:

  1. tenaga kerja,
  2. modal,
  3. keahlian dan
  4. lahan

Penggunaan tenaga kerja, modal dan keahlian yang tidak optimal akan menyebabkan pengeluaran biaya menjadi tinggi. Solusi aktif yang ada antara lain penambahan lahan (kebun) sehingga dapat seimbang dengan produksi dan pendapatannya.

Karet Alam

Faktor-faktor produksi yang menentukan proses produksi karet alam antara lain:

  1. Sistem Sadap
  2. Biaya
  3. Investasi
  4. Perencanaan
  5. Campur tangan pemerintah

* Sistem Sadap

Sistem sadap menjadi penentu naik turunnya produksi lateks. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sistem sadapan modern yang umum dipergunakan di perkebunan besar, yaitu sistem sadap jangka panjang dan sistem sadap jangka pendek.

Pada perkebunan rakyat, sistem sadap jangka panjang dan jangka pendek jarang ditemukan karena para petani yang ada jarang atau bahkan tidak ada yang menggunakan sistem perencanaan yang sistematis untuk mengembangkan perkebunan mereka.

10 Comments

Filed under perkebunan karet

10 responses to “Perkebunan Karet di Indonesia : Antara Peluang dan Tantangan

  1. Saya sangat setuju terkait dengan artikel ini,,,Permasalahan yang sering terjadi pada perkebunan karet saat ini adalah terkait dengan perawatan dan peremajaan,,Hal ini telah saya lihat sendiri pada kebun percobaan yang ada di kampus saya…

  2. totok

    agak datar dan kurang mengena, substansi dasar belum dipaparkan.. cenderung kulitnya.. but keep trying.. speak by data truz actionnya..

  3. Senang bisa baca blog ini. pengetahuan saya bertambah..

  4. ivan

    kalo penen jadi tenaga kerja di kebun karet gmana caranya?

  5. kukuh santoso

    Senang bisa membaca dan belajar tentang agronomi di blog ini,dpt menambah ilmu pengetahuan…
    dan saya ingin dapat bergabung bersama PTPN IX Jawa tengah…

Leave a reply to profdion Cancel reply